Inilah hari pertamaku mengenakan seragam putih abu, dan aku duduk di bangku kelas X di sebuah sekolah yang begitu sederhana dengan keadaan kota yang berudara segar tanpa adanya polusi seperti kota-kota besar disana. Hari pertama sekolah, aku mulai merasa nyaman dengan teman-teman sekelas yang ramah, asyik, seru, dan bersahabat seperti ini, semuanya berasa seperti satu. Di kelas ini, aku bersahabat dengan semuanya, walau aku bukan orang asli daerah sini, namun mereka menganggapku sama dengan yang lain dan mengajakku untuk bergabung bersama mereka. Mereka mengenalkanku tentang bagaimana lingkungan di daerah ini yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk menyesuaikan diri dengan teman-teman yang lainnya.
Hari pertama terus ku jalani, dan aku baru menyadari bahwa ada seorang teman laki-laki ku yang pendiam dan berbeda dengan teman-teman yang lainnya. Aku penasaran kepadanya, aku mencoba menanyakan tentangnya kepada salah seorang temanku dan ternyata dia memang seseorang yang pendiam sejak dia masih SMP. Rasanya aku kasihan terhadapnya dan aku mencoba untuk menghampirinya dan ingin mengajaknya bergabung bersama teman-teman yang lainnya. Namun, dia hanya tersenyum dan mengatakan “nggak ah, aku cuma pengen sendiri”, dengan jawabannya itu, aku sangat heran dan berfikir “apa yang dia pikirkan? Menyendiri di bangku paling belakang tanpa ada yang dia kerjakan? Dasar cowo aneh!”.
“hey hey hey ayooo cepet duduk! Kayanya mau ada kakak kelas nawarin kita masuk ke ekskul – ekskul di sekolah ini!!” teriak Indi salah seorang temanku yang paling heboh di kelas, dan tenyata benar saja, kita semua segera duduk manis seolah – olah seperti anak yang pendiam dan masih polos. Satu persatu perwakilan dari setiap ekskul masuk ke kelas kami secara bergantian dan menawari kami untuk mengikutinya, namun hanya beberapa ekskul yang ku pilih, salah satunya pramuka.
Beberapa hari kemudian ada yang mengirimiku sebuah sms “de, ini Soni dari kelas XI IPA 3. De, kakak minta tolong dong buat ngedata siapa aja yang ikut pramuka di kelas ade terus nanti istirahat kasih datanya ke kelas kakak yaa J” tanpa pikir panjang aku mengatakan iya. Aku pun segera mengumumkannya di depan kelas, dan waw ternyata anak pendiam itu juga mengikutinya, dari data tersebut dicantumkan nama dan nomor hp. Secara iseng dan kurang kerjaan, aku menyimpan semua nomor teman – teman kelas yang ada di data tersebut, ya termasuk nomornya Hilman si anak pendiam itu.
Kini, sudah 2 minggu aku sekolah dan berteman akrab dengan semuanya, setiap hari selalu menjalin hubungan lewat sms dan mengerjakan setiap tugas bersama – sama. Namun, setiap latihan pramuka aku tidak pernah melihat Hilman, akhirnya aku mencoba untuk mengiriminya sebuah sms agar dia datang untuk berlatih dan mengetahui bagaimana asyiknya mengikuti ekstrakulikuler pramuka. Tetapi dia tidak membalasnya, rasanya aku ingin sekali memarahinya dan membuatnya seperti teman – teman yang lain, ya memang sudah ku coba selama 2 minggu ini, namun dia tetap saja seperti itu dan tidak pernah membalas sms dariku satupun. Kesal rasanya menghadapi orang seperti itu.
Beberapa hari setelah hari itu, entah ada angin apa Hilman mengirimiku sms dan bertanya “Sis, buat besok pr apa aja? Matematika udah belum?” dengan adanya sms tersebut, aku berfikir bahwa ini adalah salah satu cara untuk membuat dia tidak terlalu diam di kelas. “banyaaaaak, matematika udah dong, aku kan rajin, hahaa. Tapi aku belum sejarah L kamu udah? Aku nyontek yaaaaaaa? hehe” sebenarnya itu hanya alasan aku saja, agar aku tahu, sebenarnya dia pelit atau tidak, dia baik atau tidak, dia ramah atau tidak, dan agar tahu bagaimana dia sebenarnya. Keesokan harinya dia menghampiriku dan meminjam pr matematika untuk dia contek, aku memberikannya dan dia tersenyum.
Hari demi hari terus berlalu, aku semakin nyaman berada di kelas dan Sekolah tersebut, namun entah mengapa aku menjadi semakin dekat dengan Hilman, banyak yang aku ceritakan kepadanya, begitupun dengannya, dia sering bercerita banyak hal, dan aku hanya terdiam dan berfikir ternyata dia tidak separah yang aku pikirkan, aku mengambil kesimpulan bahwa dia memang pendiam dan terlihat sangat pendiam karena belum dekat dengan semua teman dan karena dia memang seseorang yang sangat tertutup. Setelah kami sering bercerita banyak, aku malu bila bertemu dengannya di kelas, aku takut rahasia dan semua ceritaku akan dia bocorkan dan diceritakan kepada semua teman-teman di kelas, tetapi ternyata tidak, semenjak itu kami menjalin persahabatan tanpa ada yang tahu.
Setelah beberapa bulan, aku terfikir untuk mengikuti salah satu ekskul yang juga Hilman ikuti karena dalam ekskul itu banyak orang yang aku kenal dan sahabat – sahabatku. Namun, karena aku mengikuti ekskul tersebut, aku merasa ada yang aneh dengan sikapnya Hilman, dia lebih sering mengirimiku sms dengan tema ekskul yang kita ikuti tersebut, aku hanya menganggapnya sebuah pekerjaan dan tugas dari sebuah ekstrakulikuler yang kami ikuti itu.
Setelah 1 tahun berlalu, kini kami adalah kelas XI, aku, Indi, Hilman, Tio, Agnes, Rika, Vinka, Sri, Kemal, Roni, Fitri, Sandra, Faizal, Ayu, Ricky, Diman, Vanya, Adit, Gumi, dan yang lainnya tidak berada dalam satu kelas, kami berpisah. Aku dan Vinka berada dalam kelas XI IPA 5, Agnes, Adit dan Tio berada dalam kelas XI IPA 8, Indi dan Ricky berada dalam kelas XI IPA 4, Hilman, Diman dan Ayu berada di kelas XI IPA 1, sedangkan teman yang lainnya juga berada di kelas yang berbeda, mulai dai kelas XI IPA, XI IPS, dan juga XI Bahasa.
“hey Siska, kita sekarang beda kelas yaaa? Ah gak ada yang paling narsis lagi dong di kelas, kamu pindah ke kelas aku aja lah!”
“ih apa sih apa? Aku kan emang paling narsis, rame, asyik, seru, jadi gak ada Siska pasti gak rame. hahha”
“ah kamu ini kebiasaan deh kalau ada yang ngomomg gitu pasti aja itu idung terbang, dasar cerewet kamu Siska :p wleee”
“tapi emang kenyataannya gitu kaaaan? Lihat aja tuh si Hilman sekarang udah gak pendiem banget kaya dulu, kan gara – gara akuu :D hahaha”
Itu percakapanku dengan Ricky saat bertemu di gerbang depan, kami tertawa, mengobrol dan bercanda bersama hingga bel masuk berbunyi. Sekarang aku berada di kelas yang baru, teman – teman baru, dan pelajaran yang semakin sulit. Entah mengapa aku merasa sedikit aneh di kelas ini, mungkin karena aku belum terbiasa dan aku tidak bersama sahabat – sahabat ku yang seperti biasanya heboh saat berada di kelas X-2. Aku merasa banyak kekurangan di kelas yang sekarang, dengan tidak adanya sahabat dan teman – teman yang biasa juga tidak adanya Hilman di kelas. Keadaan kelas yang sekarang sangat membosankan, sampai setiap hari sebelum masuk, istirahat, dan sepulang sekolah aku selalu bersama teman – teman saat kelas X.
Hari ini sepulang sekolah, aku harus menghadiri salah satu ekskul, Hilman menghampiriku ke kelas dan mengajak untuk bareng. Sepertinya kedekatan dan kebersamaan aku bersama Hilman membuat teman – teman berfikiran yang tidak – tidak, mereka menggosipkan aku bersama Hilman menjalin sebuah hubungan, aku merasa sangat canggung dan tidak nyaman dengan gosip yang beredar di Sekolah. Aku pun meminta Hilman untuk tidak terlalu dekat denganku, dan bersikap seperti biasanya, namun ternyata Hilman menolaknya, “nggak ah, biarinlah itu kan cuma gosip, toh kita gak ada hubungan apa – apa, tapi jujur aku suka sama kamu Sis” itu yang di ucapkan Hilman sepulang dari Sekolah, aku kaget, aku tidak percaya dengan apa yang dia katakan, dan aku hanya terdiam tanpa ada yang aku ucapkan, hingga Hilman menambah perkataannya, “aku suka sama kamu sejak beberapa bulan kita kenal, aku memperhatikanmu saat di kelas, dan aku seneng banget waktu tahu kalau kamu satu ekskul sama aku, aku gak butuh jawaban kamu Sis, aku Cuma mau kamu tahu doang.” “tapi, aku hanya ingin kalau kita bersahabat, aku tidak ingin ada kata suka, cinta atau sayang di persahabatan kita, aku mohon kamu ngerti Hil” jawabku kepada Hilman dan dia hanya tersenyum manis kepadaku.
Setelah kejadian itu, aku dan Hilman menjadi tidak dekat seperti dulu, kami hanya tersenyum bila bertemu dan tidak pernah mengobrol atau bercanda. Aku merasa tidak enak dengan keadaan seperti itu, tapi sepertinya ini memang yang terbaik untuk kami, agar gosip yang menyebar tidak terus berlanjut. Tapi ternyata tetap saja, gosip yang semula mengira kami mempunyai satu hubungan beralih menjadi gosip bahwa kami berdua telah putus. Astagfirullah, cape rasanya mendengar semua gosip yang ada.
“hey Siska, kamu putus sama Hilman? Kenapa? Kalian cocok loh” teriak Vanya dari ujung kelas XI IPA 2 sana.
“apa? Ih siapa sih yang putus? Ada – ada aja kamu!” jawabku kepada Vanya.
“jadi, kalian masih pacaran? Ciiiieeeeeeeeee. Gitu yaa kamu gak bilang – bilang sama aku kalau kamu jadian sama Hilman”
“ih apaan sih kamu, jadian aja nggak, gimana mau putus coba? Tapi seminggu yang lalu Hilman sempet bilang sama suka ke aku, tapi aku gak nganggap omongan dia, makanya sekarang kita kaya yang biasa aja kaya pertama kenal dulu” ceritaku pada Vanya dan menjelaskan keadaan sebenarnya.
“ya udah kalian jadian aja, nanti pasti semua teman kita kaget banget dengernya, kaliankan bertolak belakang, kamu bawel, narsis nah si Hilman? Pendiem gitu. haha” cara Vanya mengajakku bercanda. Namun, aku tidak berfikir untuk berpacaran dengan Hilman, karena persahabatan adalah segalanya, aku tidak ingin karena sebuah perasaan hubungan persahabatan kami menjadi berantakan.
Satu bulan berlalu, aku dan Hilman tidak pernah ada komunikasi lagi, hingga semua orang menanyakannya mengapa kami menjadi seperti orang yang tidak kenal? Ada apa sebenarnya dengan Hilman dan Siska? Aku hanya bisa diam karena Hilman yang menjauhiku dan sepertinya dia tidak ingin mengenalku lagi. Dan pada suatu hari, aku berfikir untuk menghampiri Hilman dan memperbaiki persahabatan kami untuk menjadi seperti dulu dan tetap untuk menjadi sahabat.
“Hilman, kamu benci sama aku? Kamu udah gak mau kenal aku? Maaf, bukannya aku nggak nganggap semua apa yg kamu omongin waktu itu, tapi aku mau kita tetap bersahabat” ucapanku saat itu pada Hilman dengan rasa sedih dan bersalah Hilman akhirnya membalas perkataanku itu “nggak kenapa – napa Sis, mungkin aku yang salah, nggak seharusnya aku suka ke kamu, nggak seharusnya aku ngomong sayang ke kamu, aku emang bodoh, mengharapkan lebih dari persahabatan, maafin aku yaa Sis”. Mendengar semua itu, aku sedih, aku tidak ingin persahabatn berakhir begitu saja, tapi aku juga tidak ingin ada cinta di persahabatan kami, hingga tak terasa, aku mulai meneteskan air mata. “Siska? Kenapa nangis? Please jangan nangis, maafin aku Sis, kalau aku cuma bisa bikin kamu sedih sama nangis, aku janji aku bakalan jauhin kamu, aku bakal pergi dari kehidupan kamu dan sepertinya kalau aku pindah sekolah, kamu akan merasa lebih baik, maaf!” dengan ucapan Hilman itu, aku semakin menangis, dan aku berlari meninggalkan Hilman.
“eh eh katanya Hilman mau pindah sekolah ya? Kenapa ya?”
“aku denger sih dia punya masalah gitu sama si Siska, tapi kenapa harus pindah segala ya?”
“masalah besar kali, tapi aneh ya, padahalkan mereka satu kelas waktu kelas X, mereka juga deket banget.”
Tanpa sengaja aku mendengar sedikit percakapan Toni dan Mia, aku tidak menyangka bahwa Hilman benar – benar ingin pindah dari Sekolah ini, aku merasa bersalah, aku tidak ingin karena masalah kecil, Hilman pindah Sekolah. Akhirnya sepulang sekolah aku menghampirinya dan meminta Hilman untuk tetap bersekolah di sini dan tetap menjadi sahabatku, dan ternyata Hilman tidak menjawab perkataanku, dia terlihat seperti berfikir kebingungan. Tanpa adanya jawaban dari Hilman aku tetap memohon agar dia tidak pindah Sekolah dan tetap bersahabat denganku dan juga bersikap seperti dulu lagi. Akhirnya, Hilman tersenyum dan berkata “iya Siska. Jujur, emang susah buat aku ninggalin sekolah ini, ninggalin temen – temen, juga susah banget buat aku ninggalin kamu, tapi kamu janji kan akan jadi sahabat aku untuk selamanya?”. Aku sangat senang mendengarnya, aku terharu dengan perkataannya, dan akhirnya kami baikan dengan senyuman.
“kita adalah sahabat, sahabat untuk selamanya, tidak ada kata cinta diantara persahabatan kita, jangan ada yang disembunyikan, kita sahabat selalu, walaupun kita telah berpisah kita akan tetap menjadi sahabat, kita akan menjadi sahabat sejati”, itulah janji aku dan Hilman untuk persahabatan kami. Setelah banyaknya masalah yang kami lalui bersama, kami jalani bersama, kami tetap dan selalu untuk menjaga persahabatan kami agar tidak terpecahkan oleh apapun, dan aku berharap bahwa kami memanglah ditakdirkan untuk menjadi sahabat. Dan setelah itu, hingga sekarang kami telah berada di kelas XII dan akan segera lulus dari Sekolah ini, kami akan tetap menjadi sahabat, karena janji kami yang tidak pernah terlupakan untuk menjadi sehabat sejati dan kami berusaha untuk menjadi sahabat untuk selamanya.